Selasa, 05 Februari 2013

ppt.media pembelajaran PAUD. Mengembangkan kecerdasan logika matematika

Judul Penelitian memenuhi tugas Mata Kuliah TIK dalam Pembelajaran PAUD


PENGGUNAAN MEDIA ANIMASI  PADA PEMBELAJARAN PAUD
UNTUK MENGEMBANGKAN KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA
ANAK USIA DINI


Oleh:
Murniati M
NO.REG.7516120258
Prodi PAUD 2012
 

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012
====================================================================

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Memasuki milenium ke tiga Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk menyiapkan masyarakat menuju era baru, yaitu globalisasi yang menyentuh semua aspek kehidupan. Dalam era global ini seakan dunia tanpa jarak. Komunikasi dan transaksi ekonomi dari tingkat lokal hingga internasional dapat dilakukan sepanjang waktu. Demikian pula nanti ketika perdagangan bebas sudah diberlakukan, tentu persaingan dagang dan tenaga kerja bersifat multi bangsa. Pada saat itu hanya bangsa yang unggullah yang anak mampu bersaing.
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Menurut Undang-undang Sisdiknas Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut UNESCO pendidikan hendaknya dibangun dengan empat pilar, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
Pada hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini dalam hal ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia 6 tahun. Sejak dipublikasikannya hasil-hasil riset mutakhir di bidang neuroscience dan psikologi maka fenomena pentingnya PAUD merupakan keniscayaan. PAUD menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan jamak ( mulitipel intelegences) dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas).
Dengan diberlakukannya UU No. 20 Tahun 2003 maka sistem pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistemik. PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.[1]
Dalam upaya pembinaan terhadap satuan-satuan PAUD tersebut, diperlukan adanya sebuah gerakan bagaimana penerapan TIK dalam Pembelajaran di PAUD mengingat belajar adalah bersenang-senang[2], bermain sambil belajar, dan belajar seraya bermain.
B. Tujuan
Tujuan Penerapan TIK dalam Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah
a.    TIK sebagai sumber belajar
b.    TIK sebagai  media pembelajaran
TIK Sebagai sumber belajar :
·         Menjawab Kebutuhan Informasi :
-       Mengintegrasikan TIK sebagai sumber  belajar
-        Memastikan alamat-alamat situs yang akan dikunjungi
-        Mengembangkan LKS berbasis PBK
-       Membuat lembar refleksi diri
·         Layanan Yang Cepat dan Murah meliputi;
-        Meninggalkan kebiasaan satu sumber belajar
-        Menggunakan ANEKA sumber belajar    
-       Mengefektifkan penggunaan internet 
·         Informasi Terkini
-       Menyediakan informasi terkini/baru
-       CEPAT  ( Terkokneksi ke semua sistem jaringan   perpustakaan )
-        TERKINI    ( Informasi secara teratur diperbaharui )
TIK sebagai media Pembelajaran :
Tujuan utamanya adalah Agar pesan yang disampaikan mudah dimengerti oleh peserta didik.[3]:
Tujuan TIK sebagai media pembelajaran:
-       Memberi pengalaman belajar yang berbeda
-       Menumbuhkan sikap dan keterampilan BTI
-       Menciptakan situasi belajar menyenangkan
-       Menjadikan belajar lebih efektif, efisien dan  bermakna
-       Membuka peluang belajar dimana saja dan  kapan saja
-       Memberikan motivasi belajar kepada siswa
-       Mejadikan belajar sebagai kebutuhan

Tujuan utama TIK dalam Pembelajaran adalah agar pesan yang disampaikan mudah dimengerti oleh peserta didik .
Pembelajaran bebasis TIK adalah Suatu pendekatan dalam pembelajaran yang mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sumber belajar dan sebagai medium  penyampaian pesan dalam pembelajaran. [4]
C. Sasaran
Sasaran implemetasi TIK  ini adalah lembaga-lembaga penyelenggara PAUD jalur pendidikan formal dan nonformal seperti Taman Kanak-Kanak, Raudatul Athfal, Kelompok Bermain,Taman Penitipan Anak, dan Satuan PAUD yang sejenis.



[1] Tim Pengembang:Pusat Kurikulum Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Pembinaan TK dan SD Universitas Negeri Jakarta DERPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
[2]  Dr. ROBINSON SITUMORANG(Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.Materi Kuliah TIK pada prodi PAUD )
[3] Dr. ROBINSON SITUMORANG ( Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta)

[4] Dr. ROBINSON SITUMORANG ( Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta)

Senin, 04 Februari 2013

RESUME KULIAH TIK

 
Oleh: Murniati M
 No.Reg. 7516120258
 e-mail: emangue74@gmail.com 

 A. Pembelajaran BERBASIS TIK

  Pembelajaran BERBASIS TIK Suatu pendekatan dalam pembelajaran yang mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sumber belajar dan sebagai medium penyampaian pesan dalam pembelajaran.
  Perkembangan Pembelajaran BERBASIS TIK: - Jaringan - Multimedia - interaktif - audio visual - audio & visual - Cetak 
 Teknologi Informatika dan Komunikasi (TIK) memicu lahirnya berbagai model pembelajaran: - E-learning - On-line learning - Blended learning - Mobile learning - dll 
 INTEGRASI KESELURUHAN KOMPONEN: - Interaktif - Transisi - audio - Visual MULTI MEDIA - warna - animasi - hypertexs 
  COMPUTER BASED INSTRUCTION ON-LINE: - INTEGRETED SYSTEM : distance learning. Distance education(Dual mode education, virtual education, virtual university, dll) - TECHNOLOGY BASED LEARNING: e-learning. E’ learning ( On line learning, blended learning, mobile learning, web based, dll). - WEB BASED LEARNING: on-line learning OF-LINE: - COMPUTER BASED LEARNING: Peme. Konsep, drill, tutorial, games, simulasi, cd interaktif, dll. 

 TIK sebagai Sumber Belajar:

  Menjawab Kebutuhan Informasi - Mengintegrasikan TIK sebagai sumber belajar - Memastikan alamat-alamat situs yang akan dikunjungi - Mengembangkan LKS berbasis PBK - Membuat lembar refleksi diri

  Layanan Yang Cepat dan Murah - Meninggalkan kebiasaan satu sumber belajar - Menggunakan aneka sumber belajar - Mengefektifkan penggunaan internet 
  Informasi Terkini - CEPAT : Terkokneksi ke semua sistem jaringan perpustakaan - TERKINI : Informasi secara teratur diperbaharui
  Tujuan utamanya tik sebagai media pembelajaran adalah : agar pesan yang disampaikan mudah dimengerti oleh peserta didik 
  Tujuan khusus TIK sebagai media pembelajaran adalah Memberi pengalaman belajar yang berbeda, Menumbuhkan sikap dan keterampilan BTI, Menciptakan situasi belajar menyenangkan, Menjadikan belajar lebih efektif, efisien dan bermakna, Membuka peluang belajar dimana saja dan kapan saja, Memberikan motivasi belajar kepada siswa, Mejadikan belajar sebagai kebutuhan.

 Beberapa kendala dalam penggunaan TIK sebagai media pembelajaran on-line: 
 - Kesulitan dalam Pengembangan Program 
- Infrastruktur yang belum memadai 
 - SDM yang terbatas (PENGELOLA) 
- Gagap Teknologi (PESERTA) 
- KULTUR belajar yang sulit berubah 
 - LUASNYA wilayah jangkauan dan belum meratanya kualitas penerimaan pesan 

 B. PENGERTIAN MEDIA

 - AECT Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menjelaskan dan menyalurkan pesan atau informasi. - ANDERSON Perlengkapan yang digunakan untuk menyalurkan pesan dan memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan pesan. 
- Mengapa Guru harus menggunakan Media?

                          
 Kedua, Menyederhanakan Pesan, Mengurangi Verbalistis, Menarik Perhatian, Menghemat Waktu.
  Klasifikasi Media:
 - Alat bantu (teaching AIDS) : lingkungan, Benda sebenarnya, gambar, gambar foto, nara sumber*, taktil,
     model, dll.
 - Media pembelajaran: modul, Program audi, program video, cai, multi media, dll.
  Klasifikasi teaching AIDS: - By utilization: lingkungan, Benda sebenarnya, nara sumber*, fenomena alam,
    dll. - By design : gambar, Gambar foto, slide, model, taktil, beda-benda, rekayasa, komp. Grafis, dll.

  PRINSIP PEMANFAATAN TEACHING AIDS PAUD:

 - Menyenangkan - Bagian dari bermain - Bermakna - Melibatkan MI

  KARATERISTIK PAUD : 

 Pendekatan pembelajaran: 
 - Berorientasi pada Multiple Intelegences
 - Menggunakan praktek pengajaran yang sesuai dengan usia perkembangan anak 
 - Menggunakan materi yang sesuai dengan budaya anak/setempat
. - Mendukung proses belajar yang datang dari inisiatif anak 
 - Menggunakan permainan sebagai dasar pembelajaran
.- Menggunakan alat bantu pengajaran.

Rabu, 30 Januari 2013

Bagaimana pengaruh Kultur Budaya terhadap pendidikan anak


A.  Text Box: Kisah perjuangan seorang perempuan yang merantau ke Tanah Papua dalam mengabdi untuk pendidikan yang maju & merata ( By: Murniati M)
BAGAIMANA PENGARUH KULTUR BUDAYA DAERAH TERHADAP PENDIDIKAN ANAK?
CERITA KE – 1

Ø  Mengajar di MTS Al-Khairaat

MTS adalah sebuah sekolah yang sederajat dengan SMP. Sekolah ini  didirikan oleh yayasan Al-Khairaat yang ada di Manokwari bekerjasama dengan Kandepag Papua Barat. Pada awal berdirinya, sekolah ini masih dalam taraf sosialisasi dalam hal mencari siswa. Gedungnya pun numpang pakai gedung MI yang natabene ada tetapi bisa juga dikatakan tidak ada. Saya katakan tidak ada, karena gedungnya besar ada 6 Ruangan kelas, Satu kantor, satu ruang perpustakaan tapi siswanya nyaris tidak kelihatan. Agar gedung ini tidak mubazir, maka kehadiran saya di Kompleks dimana gedung ini berdiri sedikit mempengaruhi karena saya memberikan motivasi dan sugesti kepada Pengurus yayasan agar segera membuka MTS dengan pola asrama. Pada waktu itu bertepatan dengan bulan suci ramadhan, dimana bulan-bulan pertama saya merasakan nikmatnya hidup di perantauan dan hidup terpisah dari anak dan keluarga. Alhamdulillah, pada bulan itu juga berhasil didapat siswa sebanyak 27 orang yang semuanya dari kalangan tidak mampu dan suku “kokoda”[1] yang didatangkan dari daerah Sorong.
Namanya saja awal, jadi semua berjalan apa adanya. Saya banyak memberi masukan  bagaimana jika pembelajaran ditambahkan yakni waktu untuk belajar di sekolah dilaksanakan pada pagi hari dan pada malam harinya di asrama dilaksanakan bimbingan mengaji dan sholat sekaligus baca tulis mengingat siswa –siswi yang ada sekarang 90% belum lancar baca tulis dan mengaji, padahal mereka sudah setingkat dengan SMP. Mengajar sambil berdakwah, itulah visi awal di sekolah ini. Guru yang mengajar disini ada 7 orang, jadi satu orang merangkap 3 mata pelajaran. Saya pada waktu itu ditunjuk sebagai ibu wali. Asrama putri dan putra sama, hanya disekat, jadi kelihatan semrawut. Saya mendekati mereka dengan senang karena pada mulanya mereka nampak penurut, takut, atau apa saja yang dibilang gurunya dituruti.
Saya ditanggung asrama oleh kakanwil agama pada waktu itu, dan semua biaya hidup selama 1 tahun masih dipenuhi.
Masalah begitu banyak yang bermunculan setelah sekitar 3 bulan sekolah ini berjalan, mulai terasa ada yang mengganjal. Pengurus yayasan sepertinya tidak memahami bagaimana manajemen sebuah lembaga pendidikan. Yayasan tidak mengerti apa itu hak, dan apa kewajiban dari guru, pengurus, dan Pembina. Kami (guru) tidak digaji, padahal yang kami tahu begitu banyak bantuan dana dan subsidi pemerintah maupun masyarakat simpatisan yang peduli pendidikan masuk ke yayasan, tapi semua itu entah kemana. Bahkan yang diangkat menjadi kepala sekolah adalah orang yang tidak mengerti dengan manajemen lembaga, tapi mengandalkan kekerabatan ( hubungan keluarga), sementara kami semua (guru) berasal dari berbagai daerah yang merupakan asli perantau.
Warga kompleks banyak yang memberikan informasi ke saya bahwa bantuan berupa sumbangan pakaian, sembako, pakaian layak pakai untuk siswa, dll,, sudah banyak, lumayan untuk kesejahteraan mereka. Akan tetapi, sisi negative dari pola pemanjaan ini berakibat vatal terhadap sikap siswa. Mereka semakin menjadi-jadi, dan sulit lagi diajak belajar. Setiap malam, mereka pada jalan, entah kemana dan cenderung tengah malam baru pulang ke asrama. Maka usul saya ke Ketua yayasan lagi agar diadakan mama’ asuh atau bapa’ asuh.[2]
Begitu banyak laporan miring yang saya terima, karena saya sebagai wali kelas di sekolah maka, pada suatu hari saya memanggil nama-nama yang kedapatan main di pinggir jalan pada malam hari pukul 23.00 WIT. Maksud saya agar memberikan efek jera ke mereka, dengan memberi hukuman berdiri di depan kelas dan segera berjanji agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Tiga orang siswa ini ( semuanya perempuan) menuruti apa yang saya minta. Mereka bertiga saya suruh berdiri, lalu berjanji: Saya berjanji,,tidak kemana-mana lagi klo malam, saya berjanji akan belajar sebaik-baiknya, saya berjanji akan patuh pada guru dan mama asuh,,,,,Ternyata, semua hukuman yang mereka jalani dan sumpah janji yang mereka ucapakan tadi siang di sekolah, itu berbuah serangan balik ke saya. Mereka bertiga mendatangi rumah saya dan balik berkata-kata asli kokoda yang bahasanya saya kurang mengerti betul, tapi sedikit dari geraknya saya tahu kalau mereka bertiga sangat marah karena hukuman tadi. Berikut cuplikan kata-katanya     ibu,,,!!!!! gara-gara ibu hukum torang, sampai torang tra bisa lagi kamana-mana,,torang tra pernah bagini di kampung tong, mama tong tra pernah sumpah dan larang tong bajalan malam,,,,ibu kenapa larang tong jalan kah,,tong tra trima ibu lagi,,,”. Artinya: Bu,,gara-gara ibu menghukum kami sampai kami tidak bisa lagi kemana-mana. Mama saya tidak pernah melarang saya kalau mau kemana, kenapa ibu yang berani melarang kami ? Kami tidak bisa terima ini bu…”.[3]
Wah,, saya terkejut, apaan ini?? Ko mau macam-macam ke ibu haa? Jawabku dengan emosi juga. Ko dasar orang tidak tau terima kasih ya,, ibu tidak mau liat ko di jalan seperti anak jalanan, apalagi malam-malam dan kamu perempuan, klo kamu laki-laki tidak apa-apa, kau tidak takut jika terjadi apa-apa ka? Mereka tidak menggubris malah semakin mau menyerang, dan menggoyang-goyang pagar besi rumahku. Saya terbakar emosi, kurang ajar, memang ..saya langsung buka pagar,,,ko mau apakan ibu?? Ko mau melawan ibu,,maju satu-satu atau kau bertiga sekalian,,,,ternyata mereka betul marah,,tapi takut juga menyerang,,saya kejar mereka sampai ke asramanya,,dan sampai di kamarnya,,ko kesini,,kataku. Ayo,,sekarang mau kamu apa? Saya mulai surut emosi dan mendekati sekali lagi dengan nada pelan. Saya ancam mereka klo sempat terjadi lagi aksi seperti ini awas, saya laporkan ke polisi. Ternyata anak ini takut sama polisi. Mereka langsung minta maaf, dan situasi pun kondusif.
Kasus ini menjadikan saya sedikit berkecil hati, apalagi pemilik yayasan juga tidak peduli malah menganggap hal ini biasa. Saya mengundurkan diri pelan-pelan dari sekolah. Ketua kelas dan perwakilan siswa silih berganti datang ke rumah untuk membujuk agar saya bisa kembali lagi ke sekolah mengajar mereka, membimbing mereka, sampai si biangkerok juga datang minta maaf dan menginginkan agar saya tetap ke sekolah. Tidak. Kataku. Saya tahu kalian masih sayang ibu dan sayapun masih sayang kalian, tapi inilah saya, lebih baik saya pulang ke kampung saya lagi[4] daripada mengajar kalian yang menurut kalian tidak benar dan tidak sesuai dengan yang kalian harapkan dari saya. Mereka pada menangis dan lagi-lagi minta maaf. Tapi saya tetap pada keputusan untuk tidak masuk lagi.
Mulai berguguran gurunya satu per satu, anehnya pihak yayasan tidak mengambil tindakan. Akhirnya, karena guru sudah habis mengundurkan diri, baru pihak yayasan membuka mata, mencari solusi mau dikemanakan siswa-siswi sekarang. Saya sudah tidak mau peduli lagi, biarkan pihak yayasan yang mengajar, biarkan pihak yayasan yang mengelolah semuanya, sama dengan keuangan dan dana yang masuk.
Perkembangan terakhir, sekolah ini akhirnya tutup dan siswanya kurang tau berada dimana sekarang ? Bangunan tinggallah bangunan, dan sekarang digunakan sebagai sekolah PAUD.


Ø  Buka Privat/ Les (SD, SMP)
Terhitung seminggu setelah mengundurkan diri sebagai guru di MTS di atas, maka di tempatku ada satu ruangan meskipun ukurannya kecil tapi tidak menjadi soal. Saya membuat brosur dan membagikan ke tetangga terdekat yang ada anaknya SD. Kebetulan di kompleks banyak anak-anak SD, jadi cepat dapat peminat. Alhamdulillah, pendaftar pertama ada 7 orang semua anak SD kelas 3 dan kelas kelas 4. Mereka ini rata-rata anak pendatang. Ada dari Buton, Palembang, Makassar, dan Jawa. Saya menjalankan  bimbel ini dengan tenang dan rapi karena apa yang menjadi konsep saya untuk membimbing anak dan mengajar yang sesunggunhya saya bisa terapkan disini. Pengelolaan keuangan, manejemen pembelajaran, dan semuanya saya yang buat dan saya yang jalankan,,apalagi. Hasilnya Nampak selama satu bulan, perserta privat menyatakan senang belajar di tempat les saya karena apa yang menjadi kebutuhan dan pe-er mereka di sekolah semuanya bisa ada solusi di les ini. Mereka pada promosi ke teman-temannya di sekolah, sampai di bulan ke dua, tempat les kebanjiran pendaftar, yang asalnya bukan hanya anak kompleks tapi dari berbagai distrik (kecamatan). Wau,,betapa senangnya anak-anak berbagi info disini, belajar bersama, curhat ke saya sebagai guru lesnya, yang notabene pendekatan yang sangat kekeluargaan hingga mereka mau les sampai kapan pun katanya. Orang tua dari anak-anak les ini juga pada mulai datang ke rumah menyampaikan ucapan terima kasih dan bahkan ada yang membayar di atas yang  telah ditetapkan ditambah lagi hadiah lainnya sebagai rasa terima kasinya karena merasa anaknya mulai ada perkembangan.
          Melihat perkembangan anak didik di les saya ini, maka saya memperluas jangkauan menjadi sebuah Bimbel Matematika – IPA yang dapat menampung peserta didik dari SD, SMP, SMA. Alhamdulillah, saya bisa menyewa satu rumah khusus untuk Bimbel dan disinilah anak-didik bisa belajar menyenangkan, asyik, dan cepat paham karena metode atau pendekatan yang saya terapkan adalah sistim Card. Artinya, setiap peserta didik memiliki kartu control yang dibawah setiap kali belajar dan kemudian diperlihatkan ke orang tuanya setelah tiba di rumah. Jadi apa yang mereka dapat, apa yang mereka lakukan dan kerjakan, dan bagaimana hasilnya untuk setiap pertemuan itu orang tuanya juga tau. Inilah yang membuat daya tarik tersendiri bagi orang tua dan anak itu sendiri. Di akhir bulan, anak saya evaluasi dan jika hasilnya belum mencapai standar yang telah saya tetapkan maka anak bersangkutan bebas memilih, tetap les atau mengundurkan diri. Nah, inilah yang menjadi pemicu bagi mereka agar tidak ada yang tereliminasi maka semuanya berlomba-lomba untuk mendapat nilai di atas standar yang ada.
         
B.  CERITA KE – 2

Ø  Mengajar di STM (SMKN 02 Manokwari)

Mendapat tawaran untuk mengajar di SMKN 02 Manokwari, dengan honor yang lumayan tinggi ( 12 ribu per-jamnya). Saya dipercayakan mengajar di kelas X ( otomotif, listrik, TKJ ) untuk satu semester pertama dengan mata pelajaran Matematika. Sebagaimana umumnya katanya siswa–siswa STM ( namanya dulu), nakal-nakal alias bandel. Di Sekolah ini 78% anak asli papua. Dengan pengalaman yang saya dapat waktu mengajar dulu di MTS, bahwa karakter anak-anak disini ( Papua tidak suka jika dihukum), maka pola mengajar saya cenderung ke pendekatan demokratis. Saya banyak memberikan waktu ke mereka terlebih dahulu berbicara apa saja tentang mereka di rumah, di lingkungannya, baru setelah itu saya pelan-pelan masuk ke materi sesungguhnya. Penyajian materi pun tidak terlalu banyak mengingat kebanyakan dari mereka ini notabene tidak suka belajar matematika. Strategi saya yang pertama yaitu bersahabat dengan yang termasuk nakal di kelas. Caranya dengan memberikan kepada dia tanggung jawab sebagai seksi keamanan alias kepala suku di kelasnya. Dengan tanggung jawab tersebut maka yang bersangkutan merasa dihargai. Strategi ini ternyata jitu juga, lambat laun mereka merasa Belajar matematika itu enak. Malah, biasanya saya masih mengajar di kelas yang lain siswa kelas yang lain sudah pada menunggu di pintu. Ini salah satu indicator bahwa siswa sudah mulai senang dengan pelajaran matematika.
Tingkat kedisiplinan di Sekolah ini sangat luar biasa, mengapa ? Karena pertama, kepala sekolahnya mantan TNI, jadi semua guru-guru pada ciutt jika hendak berbuat santai atau terlambat datang atau cepat pulang. Ini berdampak pada kedisiplinan anak di kelas. Nyaris di waktu-waktu jam pembelajaran tidak ada siswa yang berkeliaran di luar, kalau ada yang kedapatan maka resiko pun dia langsung terima, prakkkkkk.
Semester ke dua, saya kembali memegang mata pelajaran sesuai dengan ilmu saya waktu kuliah yaitu Fisika. Mengajar fisika tidak jauh beda dengan mengajarkan matematika. Intinya adalah bagaimana membuat pembelajaran yang tidak membosankan bagi siswa dan siswa merasa senang dan tertarik dengan mata pelajaran ini. Pembelajaran Fisika lebih mengasyikkan jika belajar di luar kelas. Apalagi yang berkaitan dengan pengukuran, wah,,anak-anak senang sekali. Ternyata semangat belajar mereka lebih tinggi dibandingkan mereka belajar dengan duduk manis di bangku di dalam ruangan. Anak-anak disini lebih cenderung menyukai belajar yang sifatnya praktik dibandingkan dengan teori.
          
                                                  Tutor sebaya
Di ujung semester ke dua ini, bersamaan dengan diselenggarakannya MTQ tingkat Provinsi Papua Barat yang pelaksanaannya pada waktu itu di Sorong, saya kebetulan salah satu dari Panitia Provinsi sebagai Panitera[5] di cabang lomba Khat atau kaligrafi. Surat permohonan izin atau dispensasi yang ditandatangani langsung oleh wakil gubernur provinsi Papua Barat dimasukkan ke pihak sekolah. Namun, surat ini tidak ditanggapi oleh kepala sekolah dengan alasan bahwa Jika seorang guru selalu meninggalkan tugasnya mengajar maka sebaiknya guru bersangkutan pilih pekerjaan jangan menjadi guru. Ke dua, karena di sekolah ini ada 3 orang yang minta izin bersamaan berangkat dan dengan tujuan yang sama, maka jika satu dilarang maka semuanya dilarang, dan jika satu diizinkan maka semuanya diizinkan. Keputusan terakhir, kepala sekolah minta satu per satu menghadap di Ruangannya. Giliran saya terakhir, menghadap ke kepsek; Beliau berkata”..Ibu Murni pilih berangkat atau pilih tetap di sekolah mengajar,,,? Saya menjawab: maaf pak, ini adalah kegiatan besar agama islam dan rutinitas sekali dalam 2 tahun. Mengapa bapak tidak membuka hati dan mendukung kami bertiga berdakwah, lagian tugas kami sebagai guru kan sudah kami jalankan, nilai-anak-anak kami sudah masukkan, apa salahnya jika kami menjalankan tugas yang lain walaupun di luar tugas sekolah? Yang kedua pak, saya kan membawa nama sekolah, ada siswa kita yang ikut mewaklili kabupaten manokwari di cabang Syarhil  dan itu saya yang latih mereka ? Beliau lanjut bertanya: Jadi ibu pilih tetap berangkat atau tetap mengajar ? Saya menjawab: Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim,, saya pilih berangkat besok menjalankan misi agama, jika saya mau dikeluarkan dari sekolah ini silahkan pak, karena saya kan hanya guru honor jadi tidak ada masalah, dan inilah keputusan saya. Saya sangat salut dengan bapak karena sangat menghargai profesi guru,  tetapi saya juga tidak bisa tutup hati, bahwa kita disini sedikit untuk berdakwah melalui tindakan. Akhirnya, saya pamitan dan mengucapkan salam terakhir kepada beliau, Nampak beliau menengadahkan muka ke atas,,saya perhatikan ada yang lain, air matanya mulai jatuh,,dan cepat-cepat saya keluar meninggalkan ruangannya karena jujur saya juga rasanya mau menumpahkan air mata.
Bermaksud menghindar dari teman guru lainnya, maka saya pilih jalan keluar melalui pintu bagian belakang, tapi ,,sial,,ternyata ada guru disitu dua orang yang dari tadi memperhatikan saya, dan langsung merangkul saya, tangispun tak terhindarkan. Inilah Awal perpisahan saya dengan teman-teman guru di SMKN 02. Yah, setiap keputusan pasti ada resiko.
Dua bulan semenjak kejadian ini, siswa –siswa yang biasa saya ajar pada mencari dan mereka baru tahu kalau saya tidak mengajar lagi di sekolahnya. Berdatangan mereka ke rumah, ada yang marah dengan kepsek, ada yang mencaci, dan banyak embel-embel. Tugas saya adalah meluruskan ke mereka kalau saya tidak mengajar kalian itu bukan karena kesalahan kepsek tapi itu keputusan ibu sendiri nak. Mereka belum puas karena ada teman guru yang ceritakan kalau bu Gurumu itu dikeluarkan karena ikut kegiatan di luar kegiatan sekolah.
Kasus ini sempat menjadi tema Provinsi pada saat itu, karena semua yang terlibat kepanitiaan mendengar kalau kami bertiga yang dari SMKN 02 mendapat perlakuan seperti ini dari kepsek sekalipun ada surat dispensasi yang masuk. Wakil gubernurpun turun tangan dan memberikan teguran kepada kepsek tersebut. Mendengar informasi kalau kepsek jatuh sakit dan sempat dirawat satu minggu di rumah sakit, saya merasa bersalah besar,,,dan akhir dari semua ini adalah Kepsek yang penuh dedikasi dan disiplin tadi menghembuskan napas terakhir,  dan akhirnya terganti dengan kepsek yang baru (pjs), saya dipanggil kembali ke sekolah tersebut, namun nasi terlanjur menjadi bubur. Keputusan saya sudah bulat, saya ambil hikmahnya saja, biarkanlah saya tetap dengan tidak mengajar lagi di sekolah karena putusan hati saya itulah yang tertinggi dalam hidup saya. Hati saya yang sudah terpaut dengan anak-anak SMKN 02 ini, kini lagi-lagi terputus, dan keberlanjutannya mereka pada lanjut mendaftar di Bimbel saya. Yah..intinya ..yang penting kalian mau belajar ke ibu,,silahkan ke sini[6] ..ibu ada disini 24 jam untuk kalian.

C.  CERITA KE – 3

Ø  Mengajar di SMAN 01 Manokwari
Berita bahwa saya tidak mengajar lagi di SMKN 02 Manokwari terdengar oleh pihak SMAN 01, dalam hal ini bagian kurikulumnya. Konon, sekolah ini adalah sekolah unggulan dan RSBI satu-satunya di Manokwari. Lokasinya tidak jauh dari SMKN 02 tempat saya dulu.  Melalui teman yang juga tetangga saya di Kompleks, menyampaikan bahwa saya diminta untuk bersedia mengajar di SMAN 01 Manokwari mata pelajaran Matematika atau Fisika. Tentu saja penawaran ini saya tidak lewatkan. Besok paginya, saya langsung menemui bagian kurikulumnya dan tanpa basa-basi saya langsung dikasi’ jadwal mengajar full di kelas x mapel Fisika 18 jam perminggu. Seperti biasa, pola mengajar saya di Fisika lebih cenderung ke praktik.
 
 Setiap kelompok membuat madding sebagai jendela pembelajaran terkait tema.

Tapi mengingat jumlah jam yang padat, maka saya ambil cara lain yaitu memberdayakan tutor sebaya. Jadi, manajemen waktu saya seperti ini: dalam satu bulan saya bagi 4 sesi, minggu pertama dan ke tiga adalah teori, dan minggu ke dua dan ke empat praktik. Saya menyiapkan waktu khusus bagi tutor untuk dibimbing baik teknis maupun penguasaan materi. Karena penyampaian materi selanjutnya masing-masing tutor yg bertugas di kelompoknya masing-masing, dan jika ada masalah yang tidak bisa diselesaikan barulah sampai ke saya sebagai guru mapelnya. Ini sangat efektif karena disamping melatih bertanggung jawab, siswa juga merasa dihargai dengan demikian berlomba-lomba untuk terpilih menjadi tutor.
    
Kan sebelum terpilih ada tesnya duluan. Waktu berjalan semakin cepat tak terasa kalau saya sudah setahun di SMAN 01 Manokwari. Awal tahun 2012, ada 3 orang guru yang diberangkatkan ke Australia untuk sekolah RSBI selam 3 bulan, satu diantaranya adalah guru fisika kelas XII. Nah, karena guru fisika di SMAN 01 ini hanya bertiga, maka terpaksa jam Fisika di kleas yang ditinggal tadi dialihkan ke saya maka lengkaplah sudah pengabdian. Lagi-lagi Tutor berjalan, tapi ini hanya yang di kelas X. Kalau yang kelas XII saya standby mengingat waktu UN sudah dekat.
          Bersahabat dengan semua anak, enak rasanya. Mereka tidak merasa terbebani dalam belajar. Jika ada tugas mereka kerjakan dengan baik. Jika belajar di kelas, mereka ikut dengan senang dan enjoy. Jika belajar saya bawa ke luar, mereka merasa ketagihan,,,luar biasa.
Ø  Menjadi pembimbing olimpiade fisika
 
SMAN 01 Manokwari paling rajin mengikutkan siswanya jika ada lomba-lomba. Tak heran jika piala sudah menumpuk dilemari yang terpajang di ruang tamu. Antusias dari siswa pun sangat tinggi. Kepsek di SMAN 01 ini sangat Familiar. Beliau sangat mendukung kegaiatan apa saja yang penting bermanfaat dan bisa dipertanggung jawabkan. Saya membentuk kelompok Fisika yaitu Fusi dan Fisi. Fusi adalah kelompok siswa yang dipersiapkan untuk olimpiade fisika (konsep/teori) dan Fusi adalah kelompok siswa yang senang berkarya ( mencipta/merangkai).

                            Tim FUSI (Fisika itU aSyIk)
Pengembangan diri diadakan setiap hari sabtu, dan berjalan dengan baik sampai semua lomba- lomba yang diikuti siswa SMANSA (gelar SMAN 01 ) ini nyaris di juarai.
                        Juara 1, 2, dan 3 olimpiade fisiska di UNIPA
 
                                           Hasil karya siswa              
                  
                             Anak wali di Kelas XII IPA/1
     
       Ini yang unik, setiap tahun jika menghadapi UN, maka sekolah mengadakan
       lomba unik antar guru IPA/IPS/Bahasa

Futsal, guru IPA –vs- guru IPS ( salah satu kegiatan untuk  menghibur siswa yang mau UN
 Selama saya mengajar di sekolah ini, kegiatan saya di luar kegiatan sekolah semakin padat, tetapi bukan berarti mengurangi pembelajaran fisika di kelas. Lagi-lagi strategi yang saya jalankan. Jika saya tidak sempat hadir di sekolah, saya tetap mengadakan kontak dengan tutor di kelas bersangkutan yaitu pembelajaran jarak jauh dengan mengandalakan dinding Facebook, materi yang dibelajarkan pada jam tersebut saya upload dan kemudia terkonek ke mereka,,sehingga tetap ada feedback.

D.  CERITA KE – 4

Ø  Menjadi dosen di STKIP Muhammadiyah Manokwari
Sebagai dosen PGSD saya banyak terlibat dalam pendampingan ke sekolah-sekolah terutama membimbing mahasiswa yang PPL. Gambar berikut adalah salah satu sekolah SD yang berada di pesisir pantai di Manokwari. Murid-murid disini mayoritas non muslim dan pada dasarnya mereka sudah mengerti apa itu seolkah, untuk apa bersekolah, dan mengapa harus sekolah. 

        Sekolah tempat mahasiswa PGSD PPL ( sebagai pendamping PPL )

      Poto bersama kepsek dan dewan guru di Sekolah PPL setelah penarikan

Ø  Menjadi Fasilitator MBS Provinsi Papua Barat

Sebagai fasilitator MBS ( manajemen berbasis sekolah ), sangat menyenangkan bagi saya. Alasannya adalah impian saya untuk memperbaiki mutu pembelajaran di Papua Barat paling tidak bisa saya implementasikan disini. Mengadakan pelatihan bagi guru-guru terpencil, pendampingan pakem dan PSM, serta modeling tematik bagi guru kelass rendah membuat saya sedikit puas dan lega karena gerakan ini banyak melibatkan say terjun langsung ke sekolah dan mengajar di kelas. Banyak pengalaman yang saya dapatkan disini. Ada sekolah yang muridnya hanya 7 orang dalam satu kelas (kelas 5), maka strategi yang saya terapkan yaitu mengajar dengan strategi  kelas rangkap. [7]
Sebagai satu-satunya LPTK yang ada di Manokwari (STKIP Muhammadiyah), maka MBS ini saya integrasikan ke Kurikulum PGSD sebagai upaya untuk melembagakan MBS di STKIP Muhammadiyah. Berbagai tahapan program yang saya susun ( sebagai kordinator pengembang).
     
                  Memberikan pendampingan Pakem – tematik untuk kelas awal
Ø  Menjadi Kordinator Tim Pengembang MBS STKIP Muhammadiyah Manokwari   
                                     Sosialisasi MBS ke Dosen PGSD
 
                                           Monev MBS dari dikti
   
    SD yang menjadi binaan MBS STKIP MM ( sebelum dibina kiri, hasil karya anak dipajang : kanan)


v  Kesimpulan

-      Dari rangkaian cerita di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakter dan budaya setempat sangat mempengaruhi tingkat pendidikan anak. Ini ditandai dengan kebiasaan yang selalu aktif bergerak dan tidak suka duduk dengan tenang di bangku kelas. Guru harus merancang pembelajaran yang banyak melibatkan anak agar mereka selalu bergerak aktif,karena jika tidak maka anak tidak akan merasa tertarik untuk belajar.
-      Jika guru memberikan hukuman karena menurutnya ada yang melanggar, maka hukuman yang tepat adalah sebaiknya memberikan tanggung jawab atau sebuah kepercayaan bagi anak yang bersangkutan. Dengan demikian mereka merasa dihargai dan lama kelamaan akan berubah sendiri.
-      Guru hendaknya mengajar dengan pola demokratis. Dalam memecahkan masalah cenderung melibatkan anak agar informasi yang mendukung ke solusi cepat.
-      Jika perlu pada saat mengajarkan tema tentang alam, berhitung, konsep lingkungan, maka bawalah anak keluar belajar di tempat yang pas dengan tema yang dibelajarkan karena anak disana lebih senang belajar bebas.
-      Anak penduduk asli pada dasarnya masih memegang teguh budaya local atau kebiasaan di rumahnya, sehingga dalam menghadapi guru di sekolah yang terdiri dari beragam karakter maka anak cenderung bingung.
-      Anak penduduk asli tidak suka diganggu, cenderung serius dan kurang sosial.




















E.  CERITA KE – 5
Ø  Menjadi delegasi/utusan STKIP Muhammadiyah untuk lanjut studi S2 ke UNJ beasiswa dikti BPPS
Ø  Menjadi Kordinator PPS MOU Pascasarjana UNJ-STKIP Muhammadiyah Manokwari
F.   CERITA KE – 6
Ø  Menjadi mahasiswa Pascasarjana UNJ
Ø  Menjadi Bunda di Kelas C


[1] Salah satu jenis suku yang mendiami daerah pesisir di Papua Barat – Sorong
[2] Orang tua yang dipercaya bisa menjaga anak-anak di asrama, dan dekat dengan mereka
[3] (Ini pelajaran pertama yang saya peroleh bahwa suku Kokoda ini sangat takut dengan sumpah dan janji
   yang pernah dia buat).

[4] Saya menelpon ke Keluargaku di kampung kalau saya mau pulang dan pakaian semuanya sudah kumasukkan di Tas.
[5] Panitia yang bertugas mengumpulkan dan merekap  nilai-nilai dari dewan hakim pada lomba tersebut.
[6] Bimbel istiqamah
[7] Menggabungkan dua tingkatan kelas dalam kelas yanga sama pada waktu yang bersamaan dengan mata pelajaran yang sama dengan SK’KD yang relevan.