Rabu, 30 Januari 2013

Bagaimana pengaruh Kultur Budaya terhadap pendidikan anak


A.  Text Box: Kisah perjuangan seorang perempuan yang merantau ke Tanah Papua dalam mengabdi untuk pendidikan yang maju & merata ( By: Murniati M)
BAGAIMANA PENGARUH KULTUR BUDAYA DAERAH TERHADAP PENDIDIKAN ANAK?
CERITA KE – 1

Ø  Mengajar di MTS Al-Khairaat

MTS adalah sebuah sekolah yang sederajat dengan SMP. Sekolah ini  didirikan oleh yayasan Al-Khairaat yang ada di Manokwari bekerjasama dengan Kandepag Papua Barat. Pada awal berdirinya, sekolah ini masih dalam taraf sosialisasi dalam hal mencari siswa. Gedungnya pun numpang pakai gedung MI yang natabene ada tetapi bisa juga dikatakan tidak ada. Saya katakan tidak ada, karena gedungnya besar ada 6 Ruangan kelas, Satu kantor, satu ruang perpustakaan tapi siswanya nyaris tidak kelihatan. Agar gedung ini tidak mubazir, maka kehadiran saya di Kompleks dimana gedung ini berdiri sedikit mempengaruhi karena saya memberikan motivasi dan sugesti kepada Pengurus yayasan agar segera membuka MTS dengan pola asrama. Pada waktu itu bertepatan dengan bulan suci ramadhan, dimana bulan-bulan pertama saya merasakan nikmatnya hidup di perantauan dan hidup terpisah dari anak dan keluarga. Alhamdulillah, pada bulan itu juga berhasil didapat siswa sebanyak 27 orang yang semuanya dari kalangan tidak mampu dan suku “kokoda”[1] yang didatangkan dari daerah Sorong.
Namanya saja awal, jadi semua berjalan apa adanya. Saya banyak memberi masukan  bagaimana jika pembelajaran ditambahkan yakni waktu untuk belajar di sekolah dilaksanakan pada pagi hari dan pada malam harinya di asrama dilaksanakan bimbingan mengaji dan sholat sekaligus baca tulis mengingat siswa –siswi yang ada sekarang 90% belum lancar baca tulis dan mengaji, padahal mereka sudah setingkat dengan SMP. Mengajar sambil berdakwah, itulah visi awal di sekolah ini. Guru yang mengajar disini ada 7 orang, jadi satu orang merangkap 3 mata pelajaran. Saya pada waktu itu ditunjuk sebagai ibu wali. Asrama putri dan putra sama, hanya disekat, jadi kelihatan semrawut. Saya mendekati mereka dengan senang karena pada mulanya mereka nampak penurut, takut, atau apa saja yang dibilang gurunya dituruti.
Saya ditanggung asrama oleh kakanwil agama pada waktu itu, dan semua biaya hidup selama 1 tahun masih dipenuhi.
Masalah begitu banyak yang bermunculan setelah sekitar 3 bulan sekolah ini berjalan, mulai terasa ada yang mengganjal. Pengurus yayasan sepertinya tidak memahami bagaimana manajemen sebuah lembaga pendidikan. Yayasan tidak mengerti apa itu hak, dan apa kewajiban dari guru, pengurus, dan Pembina. Kami (guru) tidak digaji, padahal yang kami tahu begitu banyak bantuan dana dan subsidi pemerintah maupun masyarakat simpatisan yang peduli pendidikan masuk ke yayasan, tapi semua itu entah kemana. Bahkan yang diangkat menjadi kepala sekolah adalah orang yang tidak mengerti dengan manajemen lembaga, tapi mengandalkan kekerabatan ( hubungan keluarga), sementara kami semua (guru) berasal dari berbagai daerah yang merupakan asli perantau.
Warga kompleks banyak yang memberikan informasi ke saya bahwa bantuan berupa sumbangan pakaian, sembako, pakaian layak pakai untuk siswa, dll,, sudah banyak, lumayan untuk kesejahteraan mereka. Akan tetapi, sisi negative dari pola pemanjaan ini berakibat vatal terhadap sikap siswa. Mereka semakin menjadi-jadi, dan sulit lagi diajak belajar. Setiap malam, mereka pada jalan, entah kemana dan cenderung tengah malam baru pulang ke asrama. Maka usul saya ke Ketua yayasan lagi agar diadakan mama’ asuh atau bapa’ asuh.[2]
Begitu banyak laporan miring yang saya terima, karena saya sebagai wali kelas di sekolah maka, pada suatu hari saya memanggil nama-nama yang kedapatan main di pinggir jalan pada malam hari pukul 23.00 WIT. Maksud saya agar memberikan efek jera ke mereka, dengan memberi hukuman berdiri di depan kelas dan segera berjanji agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Tiga orang siswa ini ( semuanya perempuan) menuruti apa yang saya minta. Mereka bertiga saya suruh berdiri, lalu berjanji: Saya berjanji,,tidak kemana-mana lagi klo malam, saya berjanji akan belajar sebaik-baiknya, saya berjanji akan patuh pada guru dan mama asuh,,,,,Ternyata, semua hukuman yang mereka jalani dan sumpah janji yang mereka ucapakan tadi siang di sekolah, itu berbuah serangan balik ke saya. Mereka bertiga mendatangi rumah saya dan balik berkata-kata asli kokoda yang bahasanya saya kurang mengerti betul, tapi sedikit dari geraknya saya tahu kalau mereka bertiga sangat marah karena hukuman tadi. Berikut cuplikan kata-katanya     ibu,,,!!!!! gara-gara ibu hukum torang, sampai torang tra bisa lagi kamana-mana,,torang tra pernah bagini di kampung tong, mama tong tra pernah sumpah dan larang tong bajalan malam,,,,ibu kenapa larang tong jalan kah,,tong tra trima ibu lagi,,,”. Artinya: Bu,,gara-gara ibu menghukum kami sampai kami tidak bisa lagi kemana-mana. Mama saya tidak pernah melarang saya kalau mau kemana, kenapa ibu yang berani melarang kami ? Kami tidak bisa terima ini bu…”.[3]
Wah,, saya terkejut, apaan ini?? Ko mau macam-macam ke ibu haa? Jawabku dengan emosi juga. Ko dasar orang tidak tau terima kasih ya,, ibu tidak mau liat ko di jalan seperti anak jalanan, apalagi malam-malam dan kamu perempuan, klo kamu laki-laki tidak apa-apa, kau tidak takut jika terjadi apa-apa ka? Mereka tidak menggubris malah semakin mau menyerang, dan menggoyang-goyang pagar besi rumahku. Saya terbakar emosi, kurang ajar, memang ..saya langsung buka pagar,,,ko mau apakan ibu?? Ko mau melawan ibu,,maju satu-satu atau kau bertiga sekalian,,,,ternyata mereka betul marah,,tapi takut juga menyerang,,saya kejar mereka sampai ke asramanya,,dan sampai di kamarnya,,ko kesini,,kataku. Ayo,,sekarang mau kamu apa? Saya mulai surut emosi dan mendekati sekali lagi dengan nada pelan. Saya ancam mereka klo sempat terjadi lagi aksi seperti ini awas, saya laporkan ke polisi. Ternyata anak ini takut sama polisi. Mereka langsung minta maaf, dan situasi pun kondusif.
Kasus ini menjadikan saya sedikit berkecil hati, apalagi pemilik yayasan juga tidak peduli malah menganggap hal ini biasa. Saya mengundurkan diri pelan-pelan dari sekolah. Ketua kelas dan perwakilan siswa silih berganti datang ke rumah untuk membujuk agar saya bisa kembali lagi ke sekolah mengajar mereka, membimbing mereka, sampai si biangkerok juga datang minta maaf dan menginginkan agar saya tetap ke sekolah. Tidak. Kataku. Saya tahu kalian masih sayang ibu dan sayapun masih sayang kalian, tapi inilah saya, lebih baik saya pulang ke kampung saya lagi[4] daripada mengajar kalian yang menurut kalian tidak benar dan tidak sesuai dengan yang kalian harapkan dari saya. Mereka pada menangis dan lagi-lagi minta maaf. Tapi saya tetap pada keputusan untuk tidak masuk lagi.
Mulai berguguran gurunya satu per satu, anehnya pihak yayasan tidak mengambil tindakan. Akhirnya, karena guru sudah habis mengundurkan diri, baru pihak yayasan membuka mata, mencari solusi mau dikemanakan siswa-siswi sekarang. Saya sudah tidak mau peduli lagi, biarkan pihak yayasan yang mengajar, biarkan pihak yayasan yang mengelolah semuanya, sama dengan keuangan dan dana yang masuk.
Perkembangan terakhir, sekolah ini akhirnya tutup dan siswanya kurang tau berada dimana sekarang ? Bangunan tinggallah bangunan, dan sekarang digunakan sebagai sekolah PAUD.


Ø  Buka Privat/ Les (SD, SMP)
Terhitung seminggu setelah mengundurkan diri sebagai guru di MTS di atas, maka di tempatku ada satu ruangan meskipun ukurannya kecil tapi tidak menjadi soal. Saya membuat brosur dan membagikan ke tetangga terdekat yang ada anaknya SD. Kebetulan di kompleks banyak anak-anak SD, jadi cepat dapat peminat. Alhamdulillah, pendaftar pertama ada 7 orang semua anak SD kelas 3 dan kelas kelas 4. Mereka ini rata-rata anak pendatang. Ada dari Buton, Palembang, Makassar, dan Jawa. Saya menjalankan  bimbel ini dengan tenang dan rapi karena apa yang menjadi konsep saya untuk membimbing anak dan mengajar yang sesunggunhya saya bisa terapkan disini. Pengelolaan keuangan, manejemen pembelajaran, dan semuanya saya yang buat dan saya yang jalankan,,apalagi. Hasilnya Nampak selama satu bulan, perserta privat menyatakan senang belajar di tempat les saya karena apa yang menjadi kebutuhan dan pe-er mereka di sekolah semuanya bisa ada solusi di les ini. Mereka pada promosi ke teman-temannya di sekolah, sampai di bulan ke dua, tempat les kebanjiran pendaftar, yang asalnya bukan hanya anak kompleks tapi dari berbagai distrik (kecamatan). Wau,,betapa senangnya anak-anak berbagi info disini, belajar bersama, curhat ke saya sebagai guru lesnya, yang notabene pendekatan yang sangat kekeluargaan hingga mereka mau les sampai kapan pun katanya. Orang tua dari anak-anak les ini juga pada mulai datang ke rumah menyampaikan ucapan terima kasih dan bahkan ada yang membayar di atas yang  telah ditetapkan ditambah lagi hadiah lainnya sebagai rasa terima kasinya karena merasa anaknya mulai ada perkembangan.
          Melihat perkembangan anak didik di les saya ini, maka saya memperluas jangkauan menjadi sebuah Bimbel Matematika – IPA yang dapat menampung peserta didik dari SD, SMP, SMA. Alhamdulillah, saya bisa menyewa satu rumah khusus untuk Bimbel dan disinilah anak-didik bisa belajar menyenangkan, asyik, dan cepat paham karena metode atau pendekatan yang saya terapkan adalah sistim Card. Artinya, setiap peserta didik memiliki kartu control yang dibawah setiap kali belajar dan kemudian diperlihatkan ke orang tuanya setelah tiba di rumah. Jadi apa yang mereka dapat, apa yang mereka lakukan dan kerjakan, dan bagaimana hasilnya untuk setiap pertemuan itu orang tuanya juga tau. Inilah yang membuat daya tarik tersendiri bagi orang tua dan anak itu sendiri. Di akhir bulan, anak saya evaluasi dan jika hasilnya belum mencapai standar yang telah saya tetapkan maka anak bersangkutan bebas memilih, tetap les atau mengundurkan diri. Nah, inilah yang menjadi pemicu bagi mereka agar tidak ada yang tereliminasi maka semuanya berlomba-lomba untuk mendapat nilai di atas standar yang ada.
         
B.  CERITA KE – 2

Ø  Mengajar di STM (SMKN 02 Manokwari)

Mendapat tawaran untuk mengajar di SMKN 02 Manokwari, dengan honor yang lumayan tinggi ( 12 ribu per-jamnya). Saya dipercayakan mengajar di kelas X ( otomotif, listrik, TKJ ) untuk satu semester pertama dengan mata pelajaran Matematika. Sebagaimana umumnya katanya siswa–siswa STM ( namanya dulu), nakal-nakal alias bandel. Di Sekolah ini 78% anak asli papua. Dengan pengalaman yang saya dapat waktu mengajar dulu di MTS, bahwa karakter anak-anak disini ( Papua tidak suka jika dihukum), maka pola mengajar saya cenderung ke pendekatan demokratis. Saya banyak memberikan waktu ke mereka terlebih dahulu berbicara apa saja tentang mereka di rumah, di lingkungannya, baru setelah itu saya pelan-pelan masuk ke materi sesungguhnya. Penyajian materi pun tidak terlalu banyak mengingat kebanyakan dari mereka ini notabene tidak suka belajar matematika. Strategi saya yang pertama yaitu bersahabat dengan yang termasuk nakal di kelas. Caranya dengan memberikan kepada dia tanggung jawab sebagai seksi keamanan alias kepala suku di kelasnya. Dengan tanggung jawab tersebut maka yang bersangkutan merasa dihargai. Strategi ini ternyata jitu juga, lambat laun mereka merasa Belajar matematika itu enak. Malah, biasanya saya masih mengajar di kelas yang lain siswa kelas yang lain sudah pada menunggu di pintu. Ini salah satu indicator bahwa siswa sudah mulai senang dengan pelajaran matematika.
Tingkat kedisiplinan di Sekolah ini sangat luar biasa, mengapa ? Karena pertama, kepala sekolahnya mantan TNI, jadi semua guru-guru pada ciutt jika hendak berbuat santai atau terlambat datang atau cepat pulang. Ini berdampak pada kedisiplinan anak di kelas. Nyaris di waktu-waktu jam pembelajaran tidak ada siswa yang berkeliaran di luar, kalau ada yang kedapatan maka resiko pun dia langsung terima, prakkkkkk.
Semester ke dua, saya kembali memegang mata pelajaran sesuai dengan ilmu saya waktu kuliah yaitu Fisika. Mengajar fisika tidak jauh beda dengan mengajarkan matematika. Intinya adalah bagaimana membuat pembelajaran yang tidak membosankan bagi siswa dan siswa merasa senang dan tertarik dengan mata pelajaran ini. Pembelajaran Fisika lebih mengasyikkan jika belajar di luar kelas. Apalagi yang berkaitan dengan pengukuran, wah,,anak-anak senang sekali. Ternyata semangat belajar mereka lebih tinggi dibandingkan mereka belajar dengan duduk manis di bangku di dalam ruangan. Anak-anak disini lebih cenderung menyukai belajar yang sifatnya praktik dibandingkan dengan teori.
          
                                                  Tutor sebaya
Di ujung semester ke dua ini, bersamaan dengan diselenggarakannya MTQ tingkat Provinsi Papua Barat yang pelaksanaannya pada waktu itu di Sorong, saya kebetulan salah satu dari Panitia Provinsi sebagai Panitera[5] di cabang lomba Khat atau kaligrafi. Surat permohonan izin atau dispensasi yang ditandatangani langsung oleh wakil gubernur provinsi Papua Barat dimasukkan ke pihak sekolah. Namun, surat ini tidak ditanggapi oleh kepala sekolah dengan alasan bahwa Jika seorang guru selalu meninggalkan tugasnya mengajar maka sebaiknya guru bersangkutan pilih pekerjaan jangan menjadi guru. Ke dua, karena di sekolah ini ada 3 orang yang minta izin bersamaan berangkat dan dengan tujuan yang sama, maka jika satu dilarang maka semuanya dilarang, dan jika satu diizinkan maka semuanya diizinkan. Keputusan terakhir, kepala sekolah minta satu per satu menghadap di Ruangannya. Giliran saya terakhir, menghadap ke kepsek; Beliau berkata”..Ibu Murni pilih berangkat atau pilih tetap di sekolah mengajar,,,? Saya menjawab: maaf pak, ini adalah kegiatan besar agama islam dan rutinitas sekali dalam 2 tahun. Mengapa bapak tidak membuka hati dan mendukung kami bertiga berdakwah, lagian tugas kami sebagai guru kan sudah kami jalankan, nilai-anak-anak kami sudah masukkan, apa salahnya jika kami menjalankan tugas yang lain walaupun di luar tugas sekolah? Yang kedua pak, saya kan membawa nama sekolah, ada siswa kita yang ikut mewaklili kabupaten manokwari di cabang Syarhil  dan itu saya yang latih mereka ? Beliau lanjut bertanya: Jadi ibu pilih tetap berangkat atau tetap mengajar ? Saya menjawab: Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim,, saya pilih berangkat besok menjalankan misi agama, jika saya mau dikeluarkan dari sekolah ini silahkan pak, karena saya kan hanya guru honor jadi tidak ada masalah, dan inilah keputusan saya. Saya sangat salut dengan bapak karena sangat menghargai profesi guru,  tetapi saya juga tidak bisa tutup hati, bahwa kita disini sedikit untuk berdakwah melalui tindakan. Akhirnya, saya pamitan dan mengucapkan salam terakhir kepada beliau, Nampak beliau menengadahkan muka ke atas,,saya perhatikan ada yang lain, air matanya mulai jatuh,,dan cepat-cepat saya keluar meninggalkan ruangannya karena jujur saya juga rasanya mau menumpahkan air mata.
Bermaksud menghindar dari teman guru lainnya, maka saya pilih jalan keluar melalui pintu bagian belakang, tapi ,,sial,,ternyata ada guru disitu dua orang yang dari tadi memperhatikan saya, dan langsung merangkul saya, tangispun tak terhindarkan. Inilah Awal perpisahan saya dengan teman-teman guru di SMKN 02. Yah, setiap keputusan pasti ada resiko.
Dua bulan semenjak kejadian ini, siswa –siswa yang biasa saya ajar pada mencari dan mereka baru tahu kalau saya tidak mengajar lagi di sekolahnya. Berdatangan mereka ke rumah, ada yang marah dengan kepsek, ada yang mencaci, dan banyak embel-embel. Tugas saya adalah meluruskan ke mereka kalau saya tidak mengajar kalian itu bukan karena kesalahan kepsek tapi itu keputusan ibu sendiri nak. Mereka belum puas karena ada teman guru yang ceritakan kalau bu Gurumu itu dikeluarkan karena ikut kegiatan di luar kegiatan sekolah.
Kasus ini sempat menjadi tema Provinsi pada saat itu, karena semua yang terlibat kepanitiaan mendengar kalau kami bertiga yang dari SMKN 02 mendapat perlakuan seperti ini dari kepsek sekalipun ada surat dispensasi yang masuk. Wakil gubernurpun turun tangan dan memberikan teguran kepada kepsek tersebut. Mendengar informasi kalau kepsek jatuh sakit dan sempat dirawat satu minggu di rumah sakit, saya merasa bersalah besar,,,dan akhir dari semua ini adalah Kepsek yang penuh dedikasi dan disiplin tadi menghembuskan napas terakhir,  dan akhirnya terganti dengan kepsek yang baru (pjs), saya dipanggil kembali ke sekolah tersebut, namun nasi terlanjur menjadi bubur. Keputusan saya sudah bulat, saya ambil hikmahnya saja, biarkanlah saya tetap dengan tidak mengajar lagi di sekolah karena putusan hati saya itulah yang tertinggi dalam hidup saya. Hati saya yang sudah terpaut dengan anak-anak SMKN 02 ini, kini lagi-lagi terputus, dan keberlanjutannya mereka pada lanjut mendaftar di Bimbel saya. Yah..intinya ..yang penting kalian mau belajar ke ibu,,silahkan ke sini[6] ..ibu ada disini 24 jam untuk kalian.

C.  CERITA KE – 3

Ø  Mengajar di SMAN 01 Manokwari
Berita bahwa saya tidak mengajar lagi di SMKN 02 Manokwari terdengar oleh pihak SMAN 01, dalam hal ini bagian kurikulumnya. Konon, sekolah ini adalah sekolah unggulan dan RSBI satu-satunya di Manokwari. Lokasinya tidak jauh dari SMKN 02 tempat saya dulu.  Melalui teman yang juga tetangga saya di Kompleks, menyampaikan bahwa saya diminta untuk bersedia mengajar di SMAN 01 Manokwari mata pelajaran Matematika atau Fisika. Tentu saja penawaran ini saya tidak lewatkan. Besok paginya, saya langsung menemui bagian kurikulumnya dan tanpa basa-basi saya langsung dikasi’ jadwal mengajar full di kelas x mapel Fisika 18 jam perminggu. Seperti biasa, pola mengajar saya di Fisika lebih cenderung ke praktik.
 
 Setiap kelompok membuat madding sebagai jendela pembelajaran terkait tema.

Tapi mengingat jumlah jam yang padat, maka saya ambil cara lain yaitu memberdayakan tutor sebaya. Jadi, manajemen waktu saya seperti ini: dalam satu bulan saya bagi 4 sesi, minggu pertama dan ke tiga adalah teori, dan minggu ke dua dan ke empat praktik. Saya menyiapkan waktu khusus bagi tutor untuk dibimbing baik teknis maupun penguasaan materi. Karena penyampaian materi selanjutnya masing-masing tutor yg bertugas di kelompoknya masing-masing, dan jika ada masalah yang tidak bisa diselesaikan barulah sampai ke saya sebagai guru mapelnya. Ini sangat efektif karena disamping melatih bertanggung jawab, siswa juga merasa dihargai dengan demikian berlomba-lomba untuk terpilih menjadi tutor.
    
Kan sebelum terpilih ada tesnya duluan. Waktu berjalan semakin cepat tak terasa kalau saya sudah setahun di SMAN 01 Manokwari. Awal tahun 2012, ada 3 orang guru yang diberangkatkan ke Australia untuk sekolah RSBI selam 3 bulan, satu diantaranya adalah guru fisika kelas XII. Nah, karena guru fisika di SMAN 01 ini hanya bertiga, maka terpaksa jam Fisika di kleas yang ditinggal tadi dialihkan ke saya maka lengkaplah sudah pengabdian. Lagi-lagi Tutor berjalan, tapi ini hanya yang di kelas X. Kalau yang kelas XII saya standby mengingat waktu UN sudah dekat.
          Bersahabat dengan semua anak, enak rasanya. Mereka tidak merasa terbebani dalam belajar. Jika ada tugas mereka kerjakan dengan baik. Jika belajar di kelas, mereka ikut dengan senang dan enjoy. Jika belajar saya bawa ke luar, mereka merasa ketagihan,,,luar biasa.
Ø  Menjadi pembimbing olimpiade fisika
 
SMAN 01 Manokwari paling rajin mengikutkan siswanya jika ada lomba-lomba. Tak heran jika piala sudah menumpuk dilemari yang terpajang di ruang tamu. Antusias dari siswa pun sangat tinggi. Kepsek di SMAN 01 ini sangat Familiar. Beliau sangat mendukung kegaiatan apa saja yang penting bermanfaat dan bisa dipertanggung jawabkan. Saya membentuk kelompok Fisika yaitu Fusi dan Fisi. Fusi adalah kelompok siswa yang dipersiapkan untuk olimpiade fisika (konsep/teori) dan Fusi adalah kelompok siswa yang senang berkarya ( mencipta/merangkai).

                            Tim FUSI (Fisika itU aSyIk)
Pengembangan diri diadakan setiap hari sabtu, dan berjalan dengan baik sampai semua lomba- lomba yang diikuti siswa SMANSA (gelar SMAN 01 ) ini nyaris di juarai.
                        Juara 1, 2, dan 3 olimpiade fisiska di UNIPA
 
                                           Hasil karya siswa              
                  
                             Anak wali di Kelas XII IPA/1
     
       Ini yang unik, setiap tahun jika menghadapi UN, maka sekolah mengadakan
       lomba unik antar guru IPA/IPS/Bahasa

Futsal, guru IPA –vs- guru IPS ( salah satu kegiatan untuk  menghibur siswa yang mau UN
 Selama saya mengajar di sekolah ini, kegiatan saya di luar kegiatan sekolah semakin padat, tetapi bukan berarti mengurangi pembelajaran fisika di kelas. Lagi-lagi strategi yang saya jalankan. Jika saya tidak sempat hadir di sekolah, saya tetap mengadakan kontak dengan tutor di kelas bersangkutan yaitu pembelajaran jarak jauh dengan mengandalakan dinding Facebook, materi yang dibelajarkan pada jam tersebut saya upload dan kemudia terkonek ke mereka,,sehingga tetap ada feedback.

D.  CERITA KE – 4

Ø  Menjadi dosen di STKIP Muhammadiyah Manokwari
Sebagai dosen PGSD saya banyak terlibat dalam pendampingan ke sekolah-sekolah terutama membimbing mahasiswa yang PPL. Gambar berikut adalah salah satu sekolah SD yang berada di pesisir pantai di Manokwari. Murid-murid disini mayoritas non muslim dan pada dasarnya mereka sudah mengerti apa itu seolkah, untuk apa bersekolah, dan mengapa harus sekolah. 

        Sekolah tempat mahasiswa PGSD PPL ( sebagai pendamping PPL )

      Poto bersama kepsek dan dewan guru di Sekolah PPL setelah penarikan

Ø  Menjadi Fasilitator MBS Provinsi Papua Barat

Sebagai fasilitator MBS ( manajemen berbasis sekolah ), sangat menyenangkan bagi saya. Alasannya adalah impian saya untuk memperbaiki mutu pembelajaran di Papua Barat paling tidak bisa saya implementasikan disini. Mengadakan pelatihan bagi guru-guru terpencil, pendampingan pakem dan PSM, serta modeling tematik bagi guru kelass rendah membuat saya sedikit puas dan lega karena gerakan ini banyak melibatkan say terjun langsung ke sekolah dan mengajar di kelas. Banyak pengalaman yang saya dapatkan disini. Ada sekolah yang muridnya hanya 7 orang dalam satu kelas (kelas 5), maka strategi yang saya terapkan yaitu mengajar dengan strategi  kelas rangkap. [7]
Sebagai satu-satunya LPTK yang ada di Manokwari (STKIP Muhammadiyah), maka MBS ini saya integrasikan ke Kurikulum PGSD sebagai upaya untuk melembagakan MBS di STKIP Muhammadiyah. Berbagai tahapan program yang saya susun ( sebagai kordinator pengembang).
     
                  Memberikan pendampingan Pakem – tematik untuk kelas awal
Ø  Menjadi Kordinator Tim Pengembang MBS STKIP Muhammadiyah Manokwari   
                                     Sosialisasi MBS ke Dosen PGSD
 
                                           Monev MBS dari dikti
   
    SD yang menjadi binaan MBS STKIP MM ( sebelum dibina kiri, hasil karya anak dipajang : kanan)


v  Kesimpulan

-      Dari rangkaian cerita di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakter dan budaya setempat sangat mempengaruhi tingkat pendidikan anak. Ini ditandai dengan kebiasaan yang selalu aktif bergerak dan tidak suka duduk dengan tenang di bangku kelas. Guru harus merancang pembelajaran yang banyak melibatkan anak agar mereka selalu bergerak aktif,karena jika tidak maka anak tidak akan merasa tertarik untuk belajar.
-      Jika guru memberikan hukuman karena menurutnya ada yang melanggar, maka hukuman yang tepat adalah sebaiknya memberikan tanggung jawab atau sebuah kepercayaan bagi anak yang bersangkutan. Dengan demikian mereka merasa dihargai dan lama kelamaan akan berubah sendiri.
-      Guru hendaknya mengajar dengan pola demokratis. Dalam memecahkan masalah cenderung melibatkan anak agar informasi yang mendukung ke solusi cepat.
-      Jika perlu pada saat mengajarkan tema tentang alam, berhitung, konsep lingkungan, maka bawalah anak keluar belajar di tempat yang pas dengan tema yang dibelajarkan karena anak disana lebih senang belajar bebas.
-      Anak penduduk asli pada dasarnya masih memegang teguh budaya local atau kebiasaan di rumahnya, sehingga dalam menghadapi guru di sekolah yang terdiri dari beragam karakter maka anak cenderung bingung.
-      Anak penduduk asli tidak suka diganggu, cenderung serius dan kurang sosial.




















E.  CERITA KE – 5
Ø  Menjadi delegasi/utusan STKIP Muhammadiyah untuk lanjut studi S2 ke UNJ beasiswa dikti BPPS
Ø  Menjadi Kordinator PPS MOU Pascasarjana UNJ-STKIP Muhammadiyah Manokwari
F.   CERITA KE – 6
Ø  Menjadi mahasiswa Pascasarjana UNJ
Ø  Menjadi Bunda di Kelas C


[1] Salah satu jenis suku yang mendiami daerah pesisir di Papua Barat – Sorong
[2] Orang tua yang dipercaya bisa menjaga anak-anak di asrama, dan dekat dengan mereka
[3] (Ini pelajaran pertama yang saya peroleh bahwa suku Kokoda ini sangat takut dengan sumpah dan janji
   yang pernah dia buat).

[4] Saya menelpon ke Keluargaku di kampung kalau saya mau pulang dan pakaian semuanya sudah kumasukkan di Tas.
[5] Panitia yang bertugas mengumpulkan dan merekap  nilai-nilai dari dewan hakim pada lomba tersebut.
[6] Bimbel istiqamah
[7] Menggabungkan dua tingkatan kelas dalam kelas yanga sama pada waktu yang bersamaan dengan mata pelajaran yang sama dengan SK’KD yang relevan.

Selasa, 29 Januari 2013

INGAT,,TUGAS ORBAPSIKOL,,,,

MEMBUAT ARTIKEL TENTANG PENGARUH BUDAYA SETEMPAT TERHADAP PENDIDIKAN ANAK.
KUMPULNYA,,,BESOK..

Senin, 28 Januari 2013

UTS MATA KULIAH ORIENTASI BARU PSIKOLOGI PENDIDIKAN


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PROGRAM PASCASARJANA
Kampus Universitas Negeri Jakarta,Jl.Rawamangun Muka, Jakarta 13220
Telp.(021) 4721340, Fax. (021) 4897047, Website: http://www.ppsunj.org, email:tu@ppsunj.org

UJIAN TENGAH SEMESTER

Mata Kuliah
: Orientasi Baru Psikologi dalam Pendidikan
Dosen
: Dr. Yufiarti, M.PSi
Nama Mahasiswa
: Murniati  M
Prodi
: PAUD/C/2012
No. Reg.
: 7516120258
       
1.    Jelaskan yang dimaksud orientasi baru psikologi pendidikan
Jawaban:

Orientasi baru psikologi pendidikan yaitu perkembangan dari aliran belajar Humanisme  yang berpendapat bahwa manusia pada dasarnya dilahirkan baik. Aliran belajar ini melahirkan konsep baru yaitu neurosains dan kognitif. Manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk merubah dirinya. Psikologi humanistic beranggapan bahwa seseorang bebas untuk memilih dan menentukan tindakannya sendiri. Konsep humanistic ini berkembang dari ide eksistensialis  yang menganggap kualitas manusia yang membedakan dengan hewan adalah kebebasan berkehendak dan dorongan untuk aktualisasi diri. Setiap manusia mempeunyai kecenderungan untuk mengembangkan potensinya.
Eksistensialisme menekankan pentingnya kewajiban individu pada sesama manusia yaitu apa yang dapat diberikan kepada sesama “ one life can be ful filling only if it involves socially contructive values and chices.”[1] Pendapat ini menjelaskan bahwa hidup kita baru bermakna jika melibatkan nilai-nilai dan pilihan yang konstrukstif secara social. Carl Rogers mengutip pendapat Coleman dan Hammen dalam Jalaluddin (1986), bahwa:
a)    Setiap manusia hidup dalam  dunia pengalaman yang bersifat pribadi dimana dia Sang Aku. Ku, atau diriku (the I, me, or myself ) menjadi pusat.Perilaku manusia berpusat pada konsep diri.
b)    Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
c)    Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya yang bereaksi pada realitas.
d)    Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan didikuti oleh pertahanan diri.
e)    Kecenderungan bathiniah manusia  I menuju kesehatan dan keutuhan diri.

2.    Berikan contoh penerapannya dalam PAUD
Sebagai contoh  Orientasi baru psikologi pendidikan dalam Pendidikan Anak Usia Dini yaitu :
  1. Berpusat pada anak, Prakarsa kegiatan tumbuh dari anak dan anak memilih bahan-bahan dan memutuskan apa yang akan dikerjakan. Anak juga mengekspresikan bahan-bahan secara aktif dengan seluruh inderanya.
  2. Bermain sambil belajar. Kegiatan bermain merupakan pekerjaan yang serius bagi anak. oleh karena itu guru harus mampu menyiapkan permainan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. salah satu permainan yang bisa dikembangkan oleh guru adalah permainan berbasis budaya lokal atau permainan tradisional.
  3. Guru sebagai fasilitator. Model pembelajaran saat ini sebaiknya mengembangkan Student Center Learning. Jadi, proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru.
  4. Proses pembelajaran lebih mengutamakan pada peningkatan kecerdasan emosional daripada kemampuan kognitif anak. Kalau dulunya guru-guru lebih menekankan kepada siswa agar bisa menguasai materi yang diberikan oleh guru, maka pembelajaran saat ini bukan hanya untuk meningkatan kemampuan kognitif siswa tetapi juga kecerdasan emosionalnya
  5. Mengajarkan anak tentang nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran. Penanaman nilai-nilai ini bisa dilakukan melalui metode bercerita. Guru menyampaikan cerita-cerita teladan kepada anak yang di dalamnya terkandung nilai-nilai karakter yang bisa diteladani oleh anak.
  6. Proses pembelajaran sebaiknya tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga dilakukan di luar kelas. Guru juga bisa memanfaatkan tempat-tempat edukatif lainnya dalam proses pembelajaran, misalnya museum, kebun binatang, dan sebagainya.
3.    Bagaimana meningkatkan kemandirian anak di PAUD.
Jawaban:
Kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa. Jika definisi mandiri untuk remaja dan orang dewasa adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain, sedangkan untuk anak usia dini adalah kemampuan yang disesuaikan dengan tugas perkembangan. Adapun tugas-tugas perkembangan untuk anak usia dini adalah belajar berjalan, belajar makan, berlatih berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan dengan lingkungan, pembentukan pengertian, dan belajar moral. Apabila seorang anak usia dini telah mampu melakukan tugas perkambangan, ia telah memenuhi syarat kemandirian. Tetapi, untuk membentuk kemandirian anak usia dini itu gampang-gampang susah. Hal ini tergantung dari orang tua anak dalam memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak. Tentu saja ini merupakan tugas orangtua untuk selalu mendampingi anaknya, sebab orangtua adalah lingkungan yang paling dekat dan bersentuhan langsung dengan anak. Peran orangtua atau lingkungan terhadap tumbuhnya kemandirian pada anak sejak usia dini merupakan suatu hal yang penting. Hal ini mengingat bahwa kemandirian pada anak tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari orangtua dan latihan-latihan ketrampilan menuju kemandiriannya. [2]
Dalam menanamkan kemandirian pada anak, hindarilah perintah dan ultimatum Karena dapat membuat anak selalu merasa berada di bawah orangtua dan tidak mempunyai otoritas pribadi. Disiplin dan rasa hormat tetap bisa dilatih tanpa Anda menjadi galak pada anak. Mengarahkan, mengajar serta berdiskusi dengan anak akan lebih efektif daripada memerintah, apalagi bila perintah tidak didasari dengan alasan yang jelas. Lama kelamaan anak akan bergantung pada perintah atau larangan Anda dalam melakukan segala sesuatu. Senantiasa katakan dan tunjukkan cinta, kasih sayang serta dukungan pada balita secara konsisten, hal ini akan meningkatkan rasa percaya dirinya. Dengan demikian dia akan lebih yakin pada dirinya, serta tidak ragu untuk mencoba hal-hal yang baru.
Orangtua juga harus bersikap positif pada anak, seperti: memuji, memberi semangat atau memberi pelukan hangat sebagai bentuk dukungan terhadap usaha mandiri yang dilakukan anak. Adanya penghargaan atas usaha anak untuk menjadi pribadi mandiri, terlepas dari apakah pada saat itu ia berhasil atau tidak. Dengan tumbuhnya perasaan berharga, anak akan memiliki kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang selanjutnya. Betapapun kotornya anak pada saat ia mencoba makan sendiri, betapapun tidak rapinya anak pada saat ia mencoba mandi sendiri, betapapun lamanya waktu yang dibutuhkan anak untuk memakai kaus kaki dan memilih sepatu atau baju yang tepat, hendaknya orangtua tetap sabar untuk tidak bereaksi negatif terhadap anak, seperti mencela atau meremehkan anak. Apabila orangtua/lingkungan bereaksi negatif atau tidak menghargai usaha anak untuk mandiri, maka hal ini akan berdampak negatif pada diri anak, seperti anak bisa tumbuh menjadi seorang yang penakut, tidak berani memikul tanggung jawab, tidak termotivasi untuk mandiri dan cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Selain itu, untuk menjadi pribadi mandiri, seorang anak juga perlu mendapat kesempatan berlatih secara konsisten mengerjakan sesuatu sendiri atau membiasakannya melakukan sendiri tugas-tugas yang sesuai dengan tahapan usianya. Orangtua atau lingkungan tidak perlu bersikap terlalu cemas, terlalu melindungi, terlalu membantu atau bahkan selalu mengambil alih tugas-tugas yang seharusnya dilakukan anak, karena hal ini dapat menghambat proses pencapaian kemandirian anak. Kesempatan untuk belajar mandiri dapat diberikan orangtua atau lingkungan dengan memberikan kebebasan dan kepercayaan pada anak untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya. Namun demikian peran orangtua atau lingkungan dalam mengawasi, membimbing, mengarahkan dan memberi contoh teladan tetap sangat diperlukan, agar anak tetap berada dalam kondisi atau situasi yang tidak membahayakan keselamatannya. Bagi anak-anak usia dini, latihan kemandirian ini bisa dilakukan dengan cara melibatkan anak dalam kegiatan praktis sehari-hari di rumah, seperti melatih anak mengambil air minumnya sendiri, melatih anak untuk membersihkan kamar tidurnya sendiri, melatih anak buang air kecil sendiri, melatih anak menyuap makanannya sendiri, melatih anak untuk naik dan turun tangga sendiri, dan sebagainya.
Selain bersikap positif dan selalu mendukung anak, praktek kemandirian juga perlu diajarkan kepada anak melalui materi ketrampilan hidup dengan konsep-konsep sederhana. Seperti contoh: si anak diajarkan untuk mengerti bahwa semua barang miliknya (sepatu, mainan, boneka, buku cerita dll) diperoleh karena orangtua bekerja untuk mndapatkan penghasilan supaya mampu membeli semua yang dia butuhkan. Karena itu, perlu adanya sikap tegas terhadap anak bahwa tidak semua yang dia inginkan harus dipenuhi pada saat itu juga. Perlu ada waktu menunggu atau mengajarkan si anak untuk menabung terlebih dahulu sebelum membeli sesuatu. Dengan konsep seperti itu, dalam diri anak akan tertanam nilai untuk menghargai jerih payah orang tua sekaligus belajar menjadi pribadi mandiri. Materi yang bersifat akademis bisa dikatakan sebagai salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang harus dipelajari anak. Yang utama adalah ketrampilan anak untuk menjadi seorang yang mandiri. Banyak manfaatnya jika pelajaran mengenai kemandirian diberikan pada anak usia dini. Tidak hanya teori, melainkan mengajak anak untuk mempraktekannya dengan konsep-konsep sederhana tanpa harus menunggu lulus SMA atau lulus Perguruan Tinggi. Tentu hasilnya akan lebih efektif dan maksimal jika hal itu diajarkan pada usia dini.
Semakin dini usia anak untuk berlatih mandiri dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, diharapkan nilai-nilai serta ketrampilan mandiri akan lebih mudah dikuasai dan dapat tertanam kuat dalam diri anak. Untuk menjadi pribadi mandiri, memang diperlukan suatu proses atau usaha yang dimulai dari melakukan tugas-tugas yang sederhana sampai akhirnya dapat menguasai ketrampilan-ketrampilan yang lebih kompleks atau lebih menantang, yang membutuhkan tingkat penguasaan motorik dan mental yang lebih tinggi. Dalam proses untuk membantu anak menjadi pribadi mandiri itulah diperlukan sikap bijaksana orangtua atau lingkungan agar anak dapat terus termotivasi dalam meningkatkan kemandiriannya.







[1] Prof..Yufiarti ( Psikologi Pendidikan dan Penerapannya).2009.hal:122-125