Senin, 28 Januari 2013

UTS MATA KULIAH ORIENTASI BARU PSIKOLOGI PENDIDIKAN


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PROGRAM PASCASARJANA
Kampus Universitas Negeri Jakarta,Jl.Rawamangun Muka, Jakarta 13220
Telp.(021) 4721340, Fax. (021) 4897047, Website: http://www.ppsunj.org, email:tu@ppsunj.org

UJIAN TENGAH SEMESTER

Mata Kuliah
: Orientasi Baru Psikologi dalam Pendidikan
Dosen
: Dr. Yufiarti, M.PSi
Nama Mahasiswa
: Murniati  M
Prodi
: PAUD/C/2012
No. Reg.
: 7516120258
       
1.    Jelaskan yang dimaksud orientasi baru psikologi pendidikan
Jawaban:

Orientasi baru psikologi pendidikan yaitu perkembangan dari aliran belajar Humanisme  yang berpendapat bahwa manusia pada dasarnya dilahirkan baik. Aliran belajar ini melahirkan konsep baru yaitu neurosains dan kognitif. Manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk merubah dirinya. Psikologi humanistic beranggapan bahwa seseorang bebas untuk memilih dan menentukan tindakannya sendiri. Konsep humanistic ini berkembang dari ide eksistensialis  yang menganggap kualitas manusia yang membedakan dengan hewan adalah kebebasan berkehendak dan dorongan untuk aktualisasi diri. Setiap manusia mempeunyai kecenderungan untuk mengembangkan potensinya.
Eksistensialisme menekankan pentingnya kewajiban individu pada sesama manusia yaitu apa yang dapat diberikan kepada sesama “ one life can be ful filling only if it involves socially contructive values and chices.”[1] Pendapat ini menjelaskan bahwa hidup kita baru bermakna jika melibatkan nilai-nilai dan pilihan yang konstrukstif secara social. Carl Rogers mengutip pendapat Coleman dan Hammen dalam Jalaluddin (1986), bahwa:
a)    Setiap manusia hidup dalam  dunia pengalaman yang bersifat pribadi dimana dia Sang Aku. Ku, atau diriku (the I, me, or myself ) menjadi pusat.Perilaku manusia berpusat pada konsep diri.
b)    Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
c)    Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya yang bereaksi pada realitas.
d)    Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan didikuti oleh pertahanan diri.
e)    Kecenderungan bathiniah manusia  I menuju kesehatan dan keutuhan diri.

2.    Berikan contoh penerapannya dalam PAUD
Sebagai contoh  Orientasi baru psikologi pendidikan dalam Pendidikan Anak Usia Dini yaitu :
  1. Berpusat pada anak, Prakarsa kegiatan tumbuh dari anak dan anak memilih bahan-bahan dan memutuskan apa yang akan dikerjakan. Anak juga mengekspresikan bahan-bahan secara aktif dengan seluruh inderanya.
  2. Bermain sambil belajar. Kegiatan bermain merupakan pekerjaan yang serius bagi anak. oleh karena itu guru harus mampu menyiapkan permainan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. salah satu permainan yang bisa dikembangkan oleh guru adalah permainan berbasis budaya lokal atau permainan tradisional.
  3. Guru sebagai fasilitator. Model pembelajaran saat ini sebaiknya mengembangkan Student Center Learning. Jadi, proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru.
  4. Proses pembelajaran lebih mengutamakan pada peningkatan kecerdasan emosional daripada kemampuan kognitif anak. Kalau dulunya guru-guru lebih menekankan kepada siswa agar bisa menguasai materi yang diberikan oleh guru, maka pembelajaran saat ini bukan hanya untuk meningkatan kemampuan kognitif siswa tetapi juga kecerdasan emosionalnya
  5. Mengajarkan anak tentang nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran. Penanaman nilai-nilai ini bisa dilakukan melalui metode bercerita. Guru menyampaikan cerita-cerita teladan kepada anak yang di dalamnya terkandung nilai-nilai karakter yang bisa diteladani oleh anak.
  6. Proses pembelajaran sebaiknya tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga dilakukan di luar kelas. Guru juga bisa memanfaatkan tempat-tempat edukatif lainnya dalam proses pembelajaran, misalnya museum, kebun binatang, dan sebagainya.
3.    Bagaimana meningkatkan kemandirian anak di PAUD.
Jawaban:
Kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa. Jika definisi mandiri untuk remaja dan orang dewasa adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain, sedangkan untuk anak usia dini adalah kemampuan yang disesuaikan dengan tugas perkembangan. Adapun tugas-tugas perkembangan untuk anak usia dini adalah belajar berjalan, belajar makan, berlatih berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan dengan lingkungan, pembentukan pengertian, dan belajar moral. Apabila seorang anak usia dini telah mampu melakukan tugas perkambangan, ia telah memenuhi syarat kemandirian. Tetapi, untuk membentuk kemandirian anak usia dini itu gampang-gampang susah. Hal ini tergantung dari orang tua anak dalam memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak. Tentu saja ini merupakan tugas orangtua untuk selalu mendampingi anaknya, sebab orangtua adalah lingkungan yang paling dekat dan bersentuhan langsung dengan anak. Peran orangtua atau lingkungan terhadap tumbuhnya kemandirian pada anak sejak usia dini merupakan suatu hal yang penting. Hal ini mengingat bahwa kemandirian pada anak tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari orangtua dan latihan-latihan ketrampilan menuju kemandiriannya. [2]
Dalam menanamkan kemandirian pada anak, hindarilah perintah dan ultimatum Karena dapat membuat anak selalu merasa berada di bawah orangtua dan tidak mempunyai otoritas pribadi. Disiplin dan rasa hormat tetap bisa dilatih tanpa Anda menjadi galak pada anak. Mengarahkan, mengajar serta berdiskusi dengan anak akan lebih efektif daripada memerintah, apalagi bila perintah tidak didasari dengan alasan yang jelas. Lama kelamaan anak akan bergantung pada perintah atau larangan Anda dalam melakukan segala sesuatu. Senantiasa katakan dan tunjukkan cinta, kasih sayang serta dukungan pada balita secara konsisten, hal ini akan meningkatkan rasa percaya dirinya. Dengan demikian dia akan lebih yakin pada dirinya, serta tidak ragu untuk mencoba hal-hal yang baru.
Orangtua juga harus bersikap positif pada anak, seperti: memuji, memberi semangat atau memberi pelukan hangat sebagai bentuk dukungan terhadap usaha mandiri yang dilakukan anak. Adanya penghargaan atas usaha anak untuk menjadi pribadi mandiri, terlepas dari apakah pada saat itu ia berhasil atau tidak. Dengan tumbuhnya perasaan berharga, anak akan memiliki kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang selanjutnya. Betapapun kotornya anak pada saat ia mencoba makan sendiri, betapapun tidak rapinya anak pada saat ia mencoba mandi sendiri, betapapun lamanya waktu yang dibutuhkan anak untuk memakai kaus kaki dan memilih sepatu atau baju yang tepat, hendaknya orangtua tetap sabar untuk tidak bereaksi negatif terhadap anak, seperti mencela atau meremehkan anak. Apabila orangtua/lingkungan bereaksi negatif atau tidak menghargai usaha anak untuk mandiri, maka hal ini akan berdampak negatif pada diri anak, seperti anak bisa tumbuh menjadi seorang yang penakut, tidak berani memikul tanggung jawab, tidak termotivasi untuk mandiri dan cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Selain itu, untuk menjadi pribadi mandiri, seorang anak juga perlu mendapat kesempatan berlatih secara konsisten mengerjakan sesuatu sendiri atau membiasakannya melakukan sendiri tugas-tugas yang sesuai dengan tahapan usianya. Orangtua atau lingkungan tidak perlu bersikap terlalu cemas, terlalu melindungi, terlalu membantu atau bahkan selalu mengambil alih tugas-tugas yang seharusnya dilakukan anak, karena hal ini dapat menghambat proses pencapaian kemandirian anak. Kesempatan untuk belajar mandiri dapat diberikan orangtua atau lingkungan dengan memberikan kebebasan dan kepercayaan pada anak untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya. Namun demikian peran orangtua atau lingkungan dalam mengawasi, membimbing, mengarahkan dan memberi contoh teladan tetap sangat diperlukan, agar anak tetap berada dalam kondisi atau situasi yang tidak membahayakan keselamatannya. Bagi anak-anak usia dini, latihan kemandirian ini bisa dilakukan dengan cara melibatkan anak dalam kegiatan praktis sehari-hari di rumah, seperti melatih anak mengambil air minumnya sendiri, melatih anak untuk membersihkan kamar tidurnya sendiri, melatih anak buang air kecil sendiri, melatih anak menyuap makanannya sendiri, melatih anak untuk naik dan turun tangga sendiri, dan sebagainya.
Selain bersikap positif dan selalu mendukung anak, praktek kemandirian juga perlu diajarkan kepada anak melalui materi ketrampilan hidup dengan konsep-konsep sederhana. Seperti contoh: si anak diajarkan untuk mengerti bahwa semua barang miliknya (sepatu, mainan, boneka, buku cerita dll) diperoleh karena orangtua bekerja untuk mndapatkan penghasilan supaya mampu membeli semua yang dia butuhkan. Karena itu, perlu adanya sikap tegas terhadap anak bahwa tidak semua yang dia inginkan harus dipenuhi pada saat itu juga. Perlu ada waktu menunggu atau mengajarkan si anak untuk menabung terlebih dahulu sebelum membeli sesuatu. Dengan konsep seperti itu, dalam diri anak akan tertanam nilai untuk menghargai jerih payah orang tua sekaligus belajar menjadi pribadi mandiri. Materi yang bersifat akademis bisa dikatakan sebagai salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang harus dipelajari anak. Yang utama adalah ketrampilan anak untuk menjadi seorang yang mandiri. Banyak manfaatnya jika pelajaran mengenai kemandirian diberikan pada anak usia dini. Tidak hanya teori, melainkan mengajak anak untuk mempraktekannya dengan konsep-konsep sederhana tanpa harus menunggu lulus SMA atau lulus Perguruan Tinggi. Tentu hasilnya akan lebih efektif dan maksimal jika hal itu diajarkan pada usia dini.
Semakin dini usia anak untuk berlatih mandiri dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, diharapkan nilai-nilai serta ketrampilan mandiri akan lebih mudah dikuasai dan dapat tertanam kuat dalam diri anak. Untuk menjadi pribadi mandiri, memang diperlukan suatu proses atau usaha yang dimulai dari melakukan tugas-tugas yang sederhana sampai akhirnya dapat menguasai ketrampilan-ketrampilan yang lebih kompleks atau lebih menantang, yang membutuhkan tingkat penguasaan motorik dan mental yang lebih tinggi. Dalam proses untuk membantu anak menjadi pribadi mandiri itulah diperlukan sikap bijaksana orangtua atau lingkungan agar anak dapat terus termotivasi dalam meningkatkan kemandiriannya.







[1] Prof..Yufiarti ( Psikologi Pendidikan dan Penerapannya).2009.hal:122-125

Tidak ada komentar:

Posting Komentar