KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA
PROGRAM
PASCASARJANA
Kampus
Universitas Negeri Jakarta,Jl.Rawamangun Muka, Jakarta 13220
UJIAN TENGAH SEMESTER
Mata
Kuliah
|
:
Orientasi Baru Psikologi dalam Pendidikan
|
Dosen
|
:
Dr. Yufiarti, M.PSi
|
Nama
Mahasiswa
|
:
Murniati M
|
Prodi
|
:
PAUD/C/2012
|
No.
Reg.
|
:
7516120258
|
1.
Jelaskan
yang dimaksud orientasi baru psikologi pendidikan
Jawaban:
Orientasi baru psikologi pendidikan
yaitu perkembangan dari aliran belajar Humanisme yang berpendapat bahwa manusia
pada dasarnya dilahirkan baik. Aliran belajar ini melahirkan konsep baru yaitu
neurosains dan kognitif. Manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk
merubah dirinya. Psikologi humanistic beranggapan bahwa seseorang bebas untuk
memilih dan menentukan tindakannya sendiri. Konsep humanistic ini berkembang
dari ide eksistensialis yang menganggap
kualitas manusia yang membedakan dengan hewan adalah kebebasan berkehendak dan
dorongan untuk aktualisasi diri. Setiap manusia mempeunyai kecenderungan untuk
mengembangkan potensinya.
Eksistensialisme menekankan
pentingnya kewajiban individu pada sesama manusia yaitu apa yang dapat
diberikan kepada sesama “ one life can be
ful filling only if it involves socially contructive values and chices.”[1]
Pendapat ini menjelaskan bahwa hidup kita baru bermakna jika melibatkan
nilai-nilai dan pilihan yang konstrukstif secara social. Carl Rogers mengutip
pendapat Coleman dan Hammen dalam Jalaluddin (1986), bahwa:
a) Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi dimana
dia Sang Aku. Ku, atau diriku (the I, me, or myself ) menjadi pusat.Perilaku
manusia berpusat pada konsep diri.
b) Manusia berperilaku untuk
mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
c) Individu bereaksi pada situasi
sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya yang bereaksi pada
realitas.
d) Anggapan adanya ancaman terhadap
diri akan didikuti oleh pertahanan diri.
e) Kecenderungan bathiniah manusia I menuju kesehatan dan keutuhan diri.
2.
Berikan
contoh penerapannya dalam PAUD
Sebagai contoh Orientasi baru psikologi pendidikan dalam Pendidikan
Anak Usia Dini yaitu :
- Berpusat pada anak, Prakarsa kegiatan tumbuh dari anak dan anak memilih bahan-bahan dan memutuskan apa yang akan dikerjakan. Anak juga mengekspresikan bahan-bahan secara aktif dengan seluruh inderanya.
- Bermain sambil belajar. Kegiatan bermain merupakan pekerjaan yang serius bagi anak. oleh karena itu guru harus mampu menyiapkan permainan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. salah satu permainan yang bisa dikembangkan oleh guru adalah permainan berbasis budaya lokal atau permainan tradisional.
- Guru sebagai fasilitator. Model pembelajaran saat ini sebaiknya mengembangkan Student Center Learning. Jadi, proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru.
- Proses pembelajaran lebih mengutamakan pada peningkatan kecerdasan emosional daripada kemampuan kognitif anak. Kalau dulunya guru-guru lebih menekankan kepada siswa agar bisa menguasai materi yang diberikan oleh guru, maka pembelajaran saat ini bukan hanya untuk meningkatan kemampuan kognitif siswa tetapi juga kecerdasan emosionalnya
- Mengajarkan anak tentang nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran. Penanaman nilai-nilai ini bisa dilakukan melalui metode bercerita. Guru menyampaikan cerita-cerita teladan kepada anak yang di dalamnya terkandung nilai-nilai karakter yang bisa diteladani oleh anak.
- Proses pembelajaran sebaiknya tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga dilakukan di luar kelas. Guru juga bisa memanfaatkan tempat-tempat edukatif lainnya dalam proses pembelajaran, misalnya museum, kebun binatang, dan sebagainya.
3.
Bagaimana
meningkatkan kemandirian anak di PAUD.
Jawaban:
Kemandirian
anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa. Jika
definisi mandiri untuk remaja dan orang dewasa adalah kemampuan seseorang untuk
bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain, sedangkan
untuk anak usia dini adalah kemampuan yang disesuaikan dengan tugas
perkembangan.
Adapun tugas-tugas perkembangan untuk anak usia dini adalah belajar berjalan,
belajar makan, berlatih berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan dengan
lingkungan, pembentukan pengertian, dan belajar moral. Apabila seorang anak
usia dini telah mampu melakukan tugas perkambangan, ia telah memenuhi syarat
kemandirian.
Tetapi, untuk membentuk kemandirian anak usia dini itu gampang-gampang susah.
Hal ini tergantung dari orang tua anak dalam memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan psikologis anak. Tentu saja ini merupakan tugas orangtua untuk selalu
mendampingi anaknya, sebab orangtua adalah lingkungan yang paling dekat dan
bersentuhan langsung dengan anak. Peran orangtua atau lingkungan terhadap
tumbuhnya kemandirian pada anak sejak usia dini merupakan suatu hal yang
penting. Hal ini mengingat bahwa kemandirian pada anak tidak bisa terjadi
dengan sendirinya. Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari orangtua dan
latihan-latihan ketrampilan menuju kemandiriannya. [2]
Dalam menanamkan
kemandirian pada anak, hindarilah perintah dan ultimatum Karena dapat membuat
anak selalu merasa berada di bawah orangtua dan tidak mempunyai otoritas
pribadi. Disiplin dan rasa hormat tetap bisa dilatih
tanpa Anda menjadi galak pada anak. Mengarahkan, mengajar serta
berdiskusi dengan anak akan lebih efektif daripada memerintah, apalagi bila
perintah tidak didasari dengan alasan yang jelas. Lama kelamaan anak akan
bergantung pada perintah atau larangan Anda dalam melakukan segala sesuatu. Senantiasa
katakan dan tunjukkan cinta, kasih sayang serta dukungan pada balita secara
konsisten, hal ini akan meningkatkan rasa percaya dirinya. Dengan demikian dia
akan lebih yakin pada dirinya, serta tidak ragu untuk mencoba hal-hal yang
baru.
Orangtua juga harus bersikap positif pada
anak, seperti: memuji, memberi semangat atau memberi pelukan hangat sebagai
bentuk dukungan terhadap usaha mandiri yang dilakukan anak. Adanya penghargaan
atas usaha anak untuk menjadi pribadi mandiri, terlepas dari apakah pada saat
itu ia berhasil atau tidak. Dengan tumbuhnya perasaan berharga, anak akan
memiliki kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang
selanjutnya. Betapapun kotornya anak pada saat ia mencoba makan sendiri,
betapapun tidak rapinya anak pada saat ia mencoba mandi sendiri, betapapun
lamanya waktu yang dibutuhkan anak untuk memakai kaus kaki dan memilih sepatu
atau baju yang tepat, hendaknya orangtua tetap sabar untuk tidak bereaksi
negatif terhadap anak, seperti mencela atau meremehkan anak. Apabila
orangtua/lingkungan bereaksi negatif atau tidak menghargai usaha anak untuk
mandiri, maka hal ini akan berdampak negatif pada diri anak, seperti anak bisa
tumbuh menjadi seorang yang penakut, tidak berani memikul tanggung jawab, tidak
termotivasi untuk mandiri dan cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Selain itu, untuk menjadi pribadi mandiri,
seorang anak juga perlu mendapat kesempatan berlatih secara konsisten
mengerjakan sesuatu sendiri atau membiasakannya melakukan sendiri tugas-tugas
yang sesuai dengan tahapan usianya. Orangtua atau lingkungan tidak perlu bersikap terlalu cemas,
terlalu melindungi, terlalu membantu atau bahkan selalu mengambil alih
tugas-tugas yang seharusnya dilakukan anak, karena hal ini dapat menghambat proses
pencapaian kemandirian anak. Kesempatan untuk belajar mandiri dapat diberikan
orangtua atau lingkungan dengan memberikan kebebasan dan kepercayaan pada anak
untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya. Namun demikian peran orangtua atau
lingkungan dalam mengawasi, membimbing, mengarahkan dan memberi contoh teladan
tetap sangat diperlukan, agar anak tetap berada dalam kondisi atau situasi yang
tidak membahayakan keselamatannya. Bagi anak-anak usia dini, latihan
kemandirian ini bisa dilakukan dengan cara melibatkan anak dalam kegiatan
praktis sehari-hari di rumah, seperti melatih anak mengambil air minumnya
sendiri, melatih anak untuk membersihkan kamar tidurnya sendiri, melatih anak
buang air kecil sendiri, melatih anak menyuap makanannya sendiri, melatih anak
untuk naik dan turun tangga sendiri, dan sebagainya.
Selain
bersikap positif dan selalu mendukung anak, praktek kemandirian juga perlu
diajarkan kepada anak melalui materi ketrampilan hidup dengan konsep-konsep
sederhana. Seperti contoh: si anak diajarkan untuk mengerti bahwa semua barang
miliknya (sepatu, mainan, boneka, buku cerita dll) diperoleh karena orangtua
bekerja untuk mndapatkan penghasilan supaya mampu membeli semua yang dia
butuhkan. Karena itu, perlu adanya sikap tegas terhadap anak bahwa tidak semua
yang dia inginkan harus dipenuhi pada saat itu juga. Perlu ada waktu menunggu
atau mengajarkan si anak untuk menabung terlebih dahulu sebelum membeli
sesuatu. Dengan konsep seperti itu, dalam diri anak akan tertanam nilai untuk
menghargai jerih payah orang tua sekaligus belajar menjadi pribadi mandiri.
Materi yang bersifat akademis bisa dikatakan sebagai salah satu dari sekian
banyak mata pelajaran yang harus dipelajari anak. Yang utama adalah ketrampilan
anak untuk menjadi seorang yang mandiri. Banyak manfaatnya jika pelajaran
mengenai kemandirian diberikan pada anak usia dini. Tidak hanya teori,
melainkan mengajak anak untuk mempraktekannya dengan konsep-konsep sederhana
tanpa harus menunggu lulus SMA atau lulus Perguruan Tinggi. Tentu hasilnya akan
lebih efektif dan maksimal jika hal itu diajarkan pada usia dini.
Semakin dini usia anak untuk berlatih mandiri dalam
melakukan tugas-tugas perkembangannya, diharapkan nilai-nilai serta ketrampilan
mandiri akan lebih mudah dikuasai dan dapat tertanam kuat dalam diri anak.
Untuk menjadi pribadi mandiri, memang diperlukan suatu proses atau usaha yang
dimulai dari melakukan tugas-tugas yang sederhana sampai akhirnya dapat
menguasai ketrampilan-ketrampilan yang lebih kompleks atau lebih menantang,
yang membutuhkan tingkat penguasaan motorik dan mental yang lebih tinggi. Dalam
proses untuk membantu anak menjadi pribadi mandiri itulah diperlukan sikap
bijaksana orangtua atau lingkungan agar anak dapat terus termotivasi dalam
meningkatkan kemandiriannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar